Menggeliatkan ekspor produk kosmetik Tanah Air
Jakarta (ANTARA) - Ada hal menarik ketika berbicara tentang nilai ekspor dan impor produk kosmetik di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021 nilai impor produk kosmetik Indonesia mencapai 630 juta dollar AS (Rp9,8 triliun), sementara ekspornya hanya 425 juta dollar AS atau setara Rp6,6 triliun.
Padahal, industri kosmetik di dalam negeri tahun-tahun belakangan ini menggeliat. Data dari Kementerian Perindustrian mencatat terdapat 913 perusahaan kosmetik pada tahun 2022, naik dibanding tahun 2019 yang berjumlah 797 perusahaan.
Perusahaan-perusahaan tersebut menyerap 75 ribu tenaga kerja langsung dan 600 ribu tenaga kerja tidak langsung. Sayangnya, hal itu belum mampu mendongkrak nilai ekspor kosmetik lokal.
Nilai ekspor kosmetik Indonesia yang masih rendah bisa jadi disebabkan oleh adanya sejumlah persoalan yang dihadapi pelaku industri. Salah satunya adalah kenaikan bahan baku turunan minyak sawit (crude palm oil/CPO) dan turunan silicone.
Menurut catatan Perhimpunan Pengusaha dan Asosiasi Kosmetika (PPAK) Indonesia, kenaikan harga bahan baku tersebut mencapai 300 persen.
Kenaikan terjadi di asal negara penghasil bahan baku, termasuk Indonesia. Bila tidak diintervensi segera, maka hal itu tentu akan memberi dampak yang besar terhadap industri kosmetik dalam negeri.
Selain kenaikan harga bahan baku, hal lain yang menjadi kendala adalah banyaknya bahan baku dan bahan pendukung yang masih harus diimpor.
Saat ini, industri kosmetik masih membutuhkan beberapa zat aditif untuk memberikan efek tertentu pada kosmetik dan masih belum dapat diproduksi di dalam negeri.
Di samping itu, keran impor kosmetik juga tidak bisa disumbat karena adanya perjanjian perdagangan bebas.
Mengutip pendapat Direktur Industri Aneka dan Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, dan Kerajinan Kementerian Perindustrian Ni Nyoman Ambareny, Indonesia tidak bisa menghambat impor produk kosmetik tetapi yang bisa dilakukan adalah meningkatkan daya saing produk buatan dalam negeri. Itu lah kuncinya.
Selain kendala-kendala di atas, masih ada persoalan lain yang menghantui para pelaku industri kecil dan menengah (IKM), seperti masalah izin edar, maraknya produk kosmetik ilegal, hingga hambatan mereka untuk memenuhi keharusan melakukan kegiatannya di kawasan industri.
Pemerintah tentu tidak tinggal diam terhadap berbagai persoalan yang dihadapi para pelaku IKM kosmetik. Melalui Kementerian Perindustrian, pemerintah telah menyiapkan berbagai program agar produsen kosmetik semakin berdaya saing tak hanya di kancah domestik, tetapi juga di dunia internasional.
Dari segi pengembangan sumber daya manusia, Kemenperin terus melakukan pendampingan teknis dengan menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait cara pembuatan kosmetika yang baik serta kiat agar memperoleh izin edar.
Sementara dari sisi sumber daya alam, pemerintah memfasilitasi penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya alam lokal sebagai bahan baku kosmetik. Selain itu, dilakukan pula pengembangan database bahan baku kosmetik dan peningkatan mutu bahan baku.
Kemenperin juga berupaya memperluas akses pasar para pelaku IKM kosmetik melalui program e-Smart. Dalam program ini, IKM kosmetik didorong untuk mengembangkan pemasaran dan meningkatkan pertumbuhan produktivitas mereka dengan memanfaatkan platform digital.
Kemenperin telah bekerja sama dengan sejumlah lokapasar sehingga para IKM kosmetik bisa memasarkan produk mereka di sana.
Sementara dari sisi teknologi, pemerintah menyediakan program restrukturisasi mesin dan peralatan. Melalui program ini, Kemenperin memfasilitasi pemberian penggantian uang atau reimburse bagi para pelaku IKM kosmetik yang membeli mesin atau peralatan untuk produksi.
Kemenperin akan memberikan reimburse sebesar 40 persen bagi IKM kosmetik yang membeli mesin atau peralatan dari dalam negeri.
Sedangkan IKM yang membeli mesin atau peralatan dari luar negeri akan diberikan reimburse sebesar 25 persen. Syarat utama program tersebut adalah mesin atau alat yang dibeli harus dalam kondisi baru dan sudah terpasang di pabrik atau lokasi produksi.
Kemenperin juga memfasilitasi klinik merek dan kemasan yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku IKM kosmetik membuat kemasan yang menarik untuk produk mereka.
Berbagai program dan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah melalui Kemenperin diharapkan bisa meningkatkan mutu dan kualitas produk kosmetik dalam negeri, yang pada akhirnya dapat mendongkrak ekspor komoditas tersebut.
Kosmetik halal
Untuk bisa berhasil di pasar global, kosmetik Indonesia juga perlu memiliki ciri khas. Salah satu yang potensial untuk menjadi kekuatan Indonesia adalah industri kosmetik halal.
Jika berbicara tentang produk halal, hal itu tentu tidak sebatas hanya berbicara tentang satu keyakinan agama tertentu saja, tetapi lebih dari itu. Produk halal bisa dimaknai sebagai produk yang bersih, melewati proses produksi yang baik, serta aman dan sehat.
Ketua Umum PPAK Indonesia Solihin Sofian pun sepakat bahwa tuntutan produk halal sudah menjadi tuntutan semua orang. Semua masyarakat sudah back to nature dan halal menjadi jawabannya. Jadi, ini adalah momentum yang tidak boleh ditinggalkan oleh pelaku industri kosmetik Indonesia.
Indonesia harus semakin lantang berbicara kepada dunia bahwa produk kosmetika halal ada di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia bisa dikenal sebagai ikon kosmetika halal dunia. Hal itu tentu akan membuka pintu-pintu ekspor baru untuk produk kosmetik halal dalam negeri.
Di sisi lain, produsen kosmetik halal Tanah Air juga sudah harus mulai menargetkan pasar global. Para pelaku industri yang sudah memiliki produk kosmetik halal terkenal harus berani melebarkan sayap untuk mengambil ceruk pasar tersebut.
Jika semua upaya itu dilakukan secara berkesinambungan, bukan tidak mungkin suatu saat nanti nilai ekspor kosmetik akan melampaui nilai impor dan Indonesia menjadi kiblat produk kosmetik dunia.
Bagikan Artikel Ini